Iklan by google

Minggu, 19 Desember 2010

kadang cinta juga bikin sakit hati. Sakit bnr jerr

ah lagi2 aku merasa
cinta tu gak ada
arinya..., kadang aku
ingin hidup tanpa
cinta. dan hari ini aku
ingin memulai hidup
yang baru, karena
menurut aku cinta
itu bisanya cuma
buat hati sakit, dn
penuh masalah yang
gak ada habis-
habisnya.
berulangkali aku
dikecewakan karena
cinta, hanya karena
satu orang. sakit
banget
rasanya,harusnya
dia tuh sadar kalo
aku sudah berusaha
mati2an
mempertahankan
semua ni, dan aku
selalu mengalh dan
memafkan semua
kesalahannya,apalagi
yang salah dari aku
ini, padahal aku
sudah lakuin semua
yang terbaik.. apa itu
masih gak ada
apa2nya.. rasanya
hidup ni sia2 bagi
aku. dan percuma
karena semua yang
tlah aku lakuin
dengan sepenuh hati
ni bener2 gak ada
arinya dimata dia...
rasanya aku muli
dendam dengan
semuanya. dan aku
muli benci dengan ini.
aku sudah bener2
capek! ternyata dia
selalu lebih
mementingkan
dirinya sendiri.
sepertinya aku
memang bukan
siapa2 dimatanya.
semua nasihat
baikku hanyalah
sampah dan semua
yg tlwh aku lakuin
hanyalah sampah.
aku benar2 gak ada
artinya. dan aku
telah disia2kan.
bukan cuma 1 kali ni
saja,tapi sudah
puluhan kalinya. aku
suah gak punya
kesabaranlagi.. okey
kalo itu mau u aku
turutin aku akan
lupain semua ttg u.
dan aku akan mulai
hidup[ baru dan aku
akan tetap maju dan
meraih impia baruku
meski tanpa mu

Senin, 13 Desember 2010

al kisah riwayat syekh muhammad arsyad al banjari/guru kalampayan/martapura/kalsel

Bismillahir Rahmanir Rahiim Beliau Dilahirkan Di Desa Lok Gabang Pada Hari Kamis Dinihari 15 Shofar 1122 H, Bertepatan 19 Maret 1710 M. Anak Pertama Dari Keluarga Muslim Yang Taat Beragama , Yaitu Abdullah Dan Siti Aminah. Sejak Masa Kecilnya Allah SWT Telah Menampakkan Kelebihan Pada Dirinya Yang Membedakannya Dengan Kawan Sebayanya. Dimana Dia Sangat Patuh Dan Ta’zim Kepada Kedua Orang Tuanya, Serta Jujur Dan Santun Dalam Pergaulan Bersama Teman-temannya. Allah SWT Juga Menganugrahkan Kepadanya Kecerdasan Berpikir Serta Bakat Seni, Khususnya Di Bidang Lukis Dan Khat (kaligrafi). Pada Suatu Hari, Tatkala Sultan Kerajaan Banjar ( Sultan Tahmidullah) Mengadakan Kunjungan Ke Kampung-kampung, Dan Sampailah Ke Kampung Lok Gabang Alangkah Terkesimanya Sang Sultan Manakala Melihat Lukisan Yang Indah Dan Menawan Hatinya. Maka Ditanyakanlah Siapa Pelukisnya, Maka Dijawab Orang Bahwa Muhammad Arsyad Lah Sang Pelukis. Mengetahui Kecerdasan Dan Bakat Sang Pelukis, Terbesitlah Di Hati Sultan Keinginan Untuk Mengasuh Dan Mendidik Muh. Arsyad Kecil Di Istana Yang Ketika Itu Baru Berusia ± 7 Tahun. Sultanpun Mengutarakan Goresan Hatinya Kepada Kedua Orang Tua Muh. Arsyad. Pada Mulanya Abdullah Dan Istrinya Merasa Enggan Melepas Anaknya Yang Tercinta. Tapi Demi Masa Depan Sang Buah Hati Yang Diharapkan Menjadi Anak Yang Berbakti Kepada Agama, Negara Dan Orang Tua, Maka Diterimalah Tawaran Sultan Tersebut. Kepandaian Muh. Arsyad Dalam Membawa Diri, Sifatnya Yang Rendah Hati, Kesederhanaan Hidup Serta Keluhuran Budi Pekertinya Menjadikan Segenap Warga Istana Sayang Dan Hormat Kepadanya. Bahkan Sultanpun Memperlakukannya Seperti Anak Kandung Sendiri. Setelah Dewasa Beliau Dikawinkan Dengan Seorang Perempuan Yang Solehah Bernama Tuan “BAJUT”, Seorang Perempuan Yang Ta’at Lagi Berbakti Pada Suami Sehingga Terjalinlah Hubungan Saling Pengertian Dan Hidup Bahagia, Seiring Sejalan, Seia Sekata, Bersama-sama Meraih Ridho Allah Semata. Ketika Istrinya Mengandung Anak Yang Pertama, Terlintaslah Di Hati Muh. Arsyad Suatu Keinginan Yang Kuat Untuk Menuntut Ilmu Di Tanah Suci Mekkah. Maka Disampaikannyalah Hasrat Hatinya Kepada Sang Istri Tercinta. Meskipun Dengan Berat Hati Mengingat Usia Pernikahan Mereka Yang Masih Muda, Akhirnya Siti Aminah Mengamini Niat Suci Sang Suami Dan Mendukungnya Dalam Meraih Cita-cita. Maka, Setelah Mendapat Restu Dari Sultan Berangkatlah Muh. Arsyad Ke Tanah Suci Mewujudkan Cita-citanya.Deraian Air Mata Dan Untaian Do’a Mengiringi Kepergiannya. Di Tanah Suci, Muh. Arsyad Mengaji Kepada Masyaikh Terkemuka Pada Masa Itu. Diantara Guru Beliau Adalah Syekh ‘Athoillah Bin Ahmad Al Mishry, Al Faqih Syekh Muhammad Bin Sulaiman Al Kurdi Dan Al ‘Arif Billah Syekh Muhammad Bin Abd. Karim Al Samman Al Hasani Al Madani. Syekh Yang Disebutkan Terakhir Adalah Guru Muh. Arsyad Di Bidang Tasawuf, Dimana Di Bawah Bimbingannyalah Muh. Arsyad Melakukan Suluk Dan Khalwat, Sehingga Mendapat Ijazah Darinya Dengan Kedudukan Sebagai Khalifah. Menurut Riwayat, Khalifah Al Sayyid Muhammad Al Samman Di Indonesia Pada Masa Itu, Hanya Empat Orang, Yaitu Syekh Muh. Arsyad Al Banjari, Syekh Abd. Shomad Al Palembani ( Palembang), Syekh Abd. Wahab Bugis Dan Syekh Abd. Rahman Mesri (Betawi). Mereka Berempat Dikenal Dengan “Empat Serangkai Dari Tanah Jawi” Yang Sama- sama Menuntut Ilmu Di Al Haramain Al Syarifain. Setelah Lebih Kurang 35 Tahun Menuntut Ilmu, Timbullah Kerinduan Akan Kampung Halaman. Terbayang Di Pelupuk Mata Indahnya Tepian Mandi Yang Diarak Barisan Pepohonan Aren Yang Menjulang. Terngiang Kicauan Burung Pipit Di Pematang Dan Desiran Angin Membelai Hijaunya Rumput. Terkenang Akan Kesabaran Dan Ketegaran Sang Istri Yang Setia Menanti Tanpa Tahu Sampai Kapan Penentiannya Akan Berakhir. Pada Bulan Ramadhan 1186 H Bertepatan 1772 M, Sampailah Muh. Arsyad Di Kampung Halamannya Martapura Pusat Kerajaan Banjar Pada Masa Itu. Sultan Tamjidillah (Raja Banjar) Menyambut Kedatangan Beliau Dengan Upacara Adat Kebesaran. Segenap Rakyatpun Mengelu-elukannya Sebagai Seorang Ulama “Matahari Agama” Yang Cahayanya Diharapkan Menyinari Seluruh Kerajaan Banjar. Aktivitas Beliau Sepulangnya Dari Tanah Suci Dicurahkan Untuk Menyebarluaskan Ilmu Pengetahuan Yang Diperolehnya. Baik Kepada Keluarga, Kerabat Ataupun Masyarakat Pada Umumnya. Bahkan, Sultanpun Termasuk Salah Seorang Muridnya Sehingga Jadilah Dia Raja Yang ‘alim Lagi Wara’. Dalam Menyampaikan Ilmunya Syekh Muh. Arsyad Mempunyai Beberapa Metode, Di Mana Antara Satu Dengan Yang Lain Saling Menunjang. Adapun Metode-metode Tersebut, Yaitu: Bil-hal Keteladanan Yang Baik ( uswatun Hasanah)yang Direfleksikan Dalam Tingkah- laku, Gerak-gerik Dan Tutur- kata Sehari-hari Dan Disaksikan Secara Langsung Oleh Murid-murid Beliau. Bil-lisan Dengan Mengadakan Pengajaran Dan Pengajian Yang Bisa Diikuti Siapa Saja, Baik Keluarga, Kerabat, Sahabat Dan Handai Taulan. Bil-kitabah Menggunakan Bakat Yang Beliau Miliki Di Bidang Tulis- menulis, Sehingga Lahirlah Lewat Ketajaman Penanya Kitab-kitab Yang Menjadi Pegangan Umat. Buah Tangannya Yang Paling Monumental Adalah Kitab Sabilal Muhtadin Littafaqquh Fiddin, Yang Kemasyhurannya Sampai Ke Malaysia, Brunei Dan Pattani (Thailand Selatan). Setelah ± 40 Tahun Mengembangkan Dan Menyiarkan Islam Di Wilayah Kerajaan Banjar, Akhirnya Pada Hari Selasa, 6 Syawwal 1227 H (1812 M) Allah SWT Memanggil Syekh Muh. Arsyad Ke Hadirat-Nya. Usia Beliau 105 Tahun Dan Dimakamkan Di Desa Kalampayan, Sehingga Beliau Juga Dikenal Dengan Sebutan Datuk Kalampayan. //

KISAH DATU SANGGUL(tatakan/rantau) dan KITAB BARENCONG

Konon Datu Sanggul,
yang nama aslinya Abdus
Samad,dari Palembang
datang kedaerah Tatakan,
Rantau dengan tujuan
untuk memperdalam Ilmu
agama kepada Datu
Suban.
Maksud datu Sanggul itu
diterima Datu Suban
dengan senang hati. Sejak
itu Datu Sanggul terus
belajar dengan rajin
bersama murid-murid
lainnya. Karena kerajinan,
kecerdasam dan
ketaatannya beliau kepada
guru, Datu Suban pun
berkenan memberikan
seauah kitab yg dikenal
dengan sebutan Kitab
BARENCONG.
Berkat mengamalkan ilmu
yg di peroleh baik lewat
guru maupun lewat
membaca Kitab
Barencong, Oleh Allah
beliau di beri kesaktian
atau keramat, yaitu dapat
shalat setiap Jum'at di
Masjidil Haram,Makkah.
Karena itu pula, oleh
masyarakat beliau di cap
sebagai orang yg
melanggar syariat karena
beliau tidak pernah terlihat
shalat Jum'at di Masjid
Tatakan.
Pernah suatu hari, hari
Jum'at, seseorang datang
ke rumah beliau untuk
mengajak shalat Jum'at
bersama beliau di masjid
Tatakan. Mulanya beliau
menolak tetapi karna
dipaksa beliaupun
berangkat ke masjid
bersama orang itu.Tetapi
anehnya, menurut
penglihatan orang yg
mengajak beliau itu hanya
beberapa orang yg shalat
di masjid itu berbentuk
manusia, yg lainnya
berbentuk hewan semua.
Seusai shalat jum'at orang
itu menanyakan prihal yg
dilihatnya barusan Kepada
Datu Sanggul. Kata Datu
Sanggul, mereka pergi ke
masjid bukan karna Allah,
bukan karna untuk
beribadat tetapi karena
adat.
Kejadian lain, ketika beliau
pergi ke masjid Muning,
tepat jam dua belas, beliau
terus melompat kedalam
sungai sehingga orang yg
ada disekitar masjid itu
kaget dan berteriak,
mengapa melompat
kedalam sungai. Ketika
semua orang panik,
timbullah Datu Sanggul
kepermukaan sungai dan
langsung naik ke mesjid,
anehnya hanya anggota
wudhu yg basah, yg
lainnya seperti baju,
laung, sarung dan sajadah
beliau tidak basah.
Ketika orang-orang
mengangkat takbir
memulai Shalat Fardhu
jum'at, beliau hanya
berpantun :
RIAU-RIAU PADANG SI
BUNDAN
DISANA PADANG
SITAMU-TAMU
RINDU DENDAM
TENGADAH BULAN
DI HADAPAN ALLAH KITA
BERTEMU " ALLAHU
AKBAR"
Setelah mengatakan
ALLAHU AKBAR Tubuh
beliau berada diawang-
awang hingga selesai
orang mengerjakan shalat
jum'at.
Melihat keadaan Datu
Sanggul yang demikian,
orang-orang yang berada
di mesjid menjadi heran,
saat orang-orang menjadi
keheranan, Datu Sanggul
lalu menginjakkan kakinya
di lantai.
"Aku tadi shalat di Makkah,
kebetulan di sana ada
selamatan dan aku
meminta sedikit, mari kita
cicipi bersama walau
sedikit" kata Datu Sanggul
disaat orang-orang masih
keheranan.
Maka orang-orang yang
berada dimasjid pun
ramai-ramai mencicipi
nasi yang di bawa Datu
Sanggul Dari Makkah itu.
Sejak kejadian itu orang-
orang tidak berani lagi
mengatakan ini dan itu
kepada beliau. Sedangkan
Datu Sanggul tetap
menjalankan aktivitas
seperti biasanya, jarang
bergaul dan setiap Jum'at
shalat ke Masjidil Haram,
Makkah.
Karena seringnya shalat
Jum'at di Masjidil
Haram,Makkah, maka
beliau pun dapat
berkenalan dengan Syekh
Muhammad Arsyad Al-
Banjari yang sedang
menuntut ilmu di Tanah
suci Makkah. Dari
perkenalan itu
membuahkan
persahabatan.
Datu Sanggul Selalu
membawakan oleh-oleh
dari tanh air seperti
cempedak, konon
cempedak yang diberikan
kepada Muhammad
Arsyad masih bergetah,
sebagai tanda baru saja
dipetik dan sebagai tanda
bahwa perjalanan Datu
Sanggul dari Tatakan ke
Makkah hanya sebentar.
" Guru, apakah durian
yang ada didalam istana
itu sudah berubah??? "kata
Muhammad Arsyad pada
satu hari kepada Datu
Sanggul.
" Sudah, dua biji buahnya,
nanti aku ambilkan" sahut
Datu Sanggul.
Pada Jum'at berikutnya
sebelum berangkat ke
Makkah, Datu Sanggul
singgah sebentar di istana
memetik buah durian satu
biji tanpa sepengetahuan
penjaganya.
Setelah sampai di Makkah
durian itu diberikan
kepada Muhammad
Arsyad.
Sebagai bukti keduanya
bersahabat, kitab Datu
Sanggul hasil berguru dari
Datu Suban, dipotong dua
secara rencong, kitab
tersebut dipotong Datu
Sanggul dengan kuku jari
beliau, setelah
Muhammad Arsyad gagal
memotongnya dengan
menggunakan mandau.
Hasil potongan itu, satu
diberikan kepada
Muhammad Arsyad dan
yang satunya disimpan
oleh Datu Sanggul.
Setelah Muhammad
Arsyad selesai menuntut
ilmu, beliau pulang ke
tanah Banjar.
Beliau ingin menemui
sahabat sekaligus gurunya
di Tatakan, tetapi sayang,
setelah sampai di Tatakan
Datu Sanggul sudah
berpulang ke Rahmatullah.
Cerita ini saya ambil dari
buku " Cerita Datu-Datu
terkenal Kalimantan
Selatan..
Yang di tulis oleh :
Fahrurraji Asmuni dan
Tim editor SAHABAT
KANDANGAN.

Sabtu, 11 Desember 2010

cerita rakyat kalimantan selatan(asal muasal kotabaru,kata sa ijaan dan lambang ikannya)

Singkat cerita, pada
zaman dahulu, ada
seorang Datu sakti
mandraguna sedang
bertapa di tengah laut.
Namanya, Datu Mabrur. Ia
bertapa di antara Selat
Laut dan Selat Makassar.
Maksud pertapaannya itu
adalah memohon kepada
Sang Pencipta agar diberi
sebuah pulau. Jika
dikabulkan, pulau itu akan
menjadi tempat
bermukim bagi anak-cucu
dan keturunannya, kelak.
Di malam hari, ada
kalanya tubuh Datu
Mabrur seakan membeku.
Cuaca dingin, angin,
hujan, embun dan kabut
menyelmuti tubuhnya.
Siang hari, terik matahari
membakar tubuhnya
yang kurus kering dan
hanya dibungkus sehelai
kain. Ia tidak pernah
makan, keuali meminum
air hujan dan embun
yang turun.
Di hari terakhir
pertapaannya, ketika laut
tenang, seekor ikan besar
tiba-tiba muncul dari
permukaan laut dan
terbang
menyerangnya.Tanpa
beringsut dari tempat
duduk maupun membuka
mata, Datu Mabrur
menepis serangan
mendadak itu. Akhirnya,
ikan itu terpelanting dan
jatuh kembali ke air.
Demikian berulang-ulang.
Sementara, di sekeliling
karang ribuan ikan
mengepung,
memperlihatkan gigi
mereka yang panjang dan
tajam. Seakan prajurit ikan
yang siap tempur.
Pada serangan terakhir,
ikan itu terpelanting jatuh
persis saat Datu Mabrur
membuka matanya.
“ Hai, ikan! Apa maksudmu
mengganggu samadiku?
Ikan apa kamu?
“ Aku ikan todak, Raja Ikan
Todak yang menguasai
perairan ini. Samadimu
membuat lautan
bergelora. Kami terusik,
dan aku memutuskan
untuk menyerangmu.
Tapi, engkau memang
sakti, Datu Mabrur. Aku
Takluk..,” katanya,
megap-megap. Matanya
berkedip-kedip menahan
sakit. Tubuhnya terjepit di
sela karang yang tajam.
“ Jadi itu rakyatmu?” Datu
Mabrur menunjuk ribuan
ikan yang mengepung
karang.
“ Ya, Datu. Tapi, sebelum
menyerangmu tadi, kami
telah bersepakat. Kalau
aku kalah, kami akan
menyerah dan mematuhi
apa pun perintahmu.”
Demikianlah. Di hari
terakhir pertapaannya,
Datu Mabrur belum diberi
tanda-tanda bahwa
permohonannya akan
dikabulkan. Sejauh mata
memandang, yang
tampak hanya birunya
laut, keluasan samudera
dan cakrawala. Datu
Mabrur kemudian
menolong raja ikan
Todak. Menyembuhkan
lukanya. Saat Datu Mabrur
ditawari istana bawah laut
yang terbuat dari emas
dan permata, dilayani ikan
duyun dan gurita, Datu
Mabrur menolaknya.
Kepada raja ikan Todak, ia
sampaikan maksud
pertapaannya itu. Betapa
terkejutnya Datu Mabrur
ketika raja ikan Todak
justru menyanggupi
keinginannya itu.
“ Aku takkan berdusta. Ini
sumpah raja!”
Dengan lembut dan
penuh kasih sayang, Datu
Mabrur mengangkat raja
ikan Todak itu dan
mengembalikannya ke
laut.
“ Sa-ijaan!” seru raja ikan.
“Sa-ijaan!” sahut Datu
Mabrur.
Sebelum tengah malam,
sebelum batas waktu
pertapaannya berakhir,
Datu Mabrur dikejutkan
oleh suara gemuruh yang
datang dari dasar laut. Di
bawah permukaan air,
ternyata jutaan ikan dari
berbagai jenis mendorong
dan memunculkan
daratan baru itu dari dasar
laut. Sambil mendorong,
mereka serempak
berteriak, “Sa-ijaan! “Sa-
ijaan! “Sa-ijaan..!”
Datu Mabrur tercengang
di karang pertapaannya.
Raja ikan Todak telah
memenuhi sumpahnya.
Datu Mabrur senang dan
gembira. Dengan
memanjatkan puji dan
syukur kepada Sang
Pencipta, ia
menamakannya Pulau
Halimun.
Alkisah, Pulau Halimun
kemudian disebut Pulau
Laut. Sebab, ia timbul dari
dasar laut dan dikelilingi
laut. Sebagai hikmahnya,
kata sa-ijaan dan ikan
todak dijadikan slogan dan
lambang Pemerintah
Kabupaten Kotabaru,
Kalimatantan Selatan.
Kisah ini diambil dari buku
yang baru Hikayat Sa-
Ijaan dan Ikan Todak
(cerita Rakyat dari
Kabupaten Kotabaru
Kalimantan Selatan).

cerita rakyat kalimantan selatan(asal muasal kotabaru,kata sa ijaan dan lambang ikannya)

Singkat cerita, pada
zaman dahulu, ada
seorang Datu sakti
mandraguna sedang
bertapa di tengah laut.
Namanya, Datu Mabrur. Ia
bertapa di antara Selat
Laut dan Selat Makassar.
Maksud pertapaannya itu
adalah memohon kepada
Sang Pencipta agar diberi
sebuah pulau. Jika
dikabulkan, pulau itu akan
menjadi tempat
bermukim bagi anak-cucu
dan keturunannya, kelak.
Di malam hari, ada
kalanya tubuh Datu
Mabrur seakan membeku.
Cuaca dingin, angin,
hujan, embun dan kabut
menyelmuti tubuhnya.
Siang hari, terik matahari
membakar tubuhnya
yang kurus kering dan
hanya dibungkus sehelai
kain. Ia tidak pernah
makan, keuali meminum
air hujan dan embun
yang turun.
Di hari terakhir
pertapaannya, ketika laut
tenang, seekor ikan besar
tiba-tiba muncul dari
permukaan laut dan
terbang
menyerangnya.Tanpa
beringsut dari tempat
duduk maupun membuka
mata, Datu Mabrur
menepis serangan
mendadak itu. Akhirnya,
ikan itu terpelanting dan
jatuh kembali ke air.
Demikian berulang-ulang.
Sementara, di sekeliling
karang ribuan ikan
mengepung,
memperlihatkan gigi
mereka yang panjang dan
tajam. Seakan prajurit ikan
yang siap tempur.
Pada serangan terakhir,
ikan itu terpelanting jatuh
persis saat Datu Mabrur
membuka matanya.
“ Hai, ikan! Apa maksudmu
mengganggu samadiku?
Ikan apa kamu?
“ Aku ikan todak, Raja Ikan
Todak yang menguasai
perairan ini. Samadimu
membuat lautan
bergelora. Kami terusik,
dan aku memutuskan
untuk menyerangmu.
Tapi, engkau memang
sakti, Datu Mabrur. Aku
Takluk..,” katanya,
megap-megap. Matanya
berkedip-kedip menahan
sakit. Tubuhnya terjepit di
sela karang yang tajam.
“ Jadi itu rakyatmu?” Datu
Mabrur menunjuk ribuan
ikan yang mengepung
karang.
“ Ya, Datu. Tapi, sebelum
menyerangmu tadi, kami
telah bersepakat. Kalau
aku kalah, kami akan
menyerah dan mematuhi
apa pun perintahmu.”
Demikianlah. Di hari
terakhir pertapaannya,
Datu Mabrur belum diberi
tanda-tanda bahwa
permohonannya akan
dikabulkan. Sejauh mata
memandang, yang
tampak hanya birunya
laut, keluasan samudera
dan cakrawala. Datu
Mabrur kemudian
menolong raja ikan
Todak. Menyembuhkan
lukanya. Saat Datu Mabrur
ditawari istana bawah laut
yang terbuat dari emas
dan permata, dilayani ikan
duyun dan gurita, Datu
Mabrur menolaknya.
Kepada raja ikan Todak, ia
sampaikan maksud
pertapaannya itu. Betapa
terkejutnya Datu Mabrur
ketika raja ikan Todak
justru menyanggupi
keinginannya itu.
“ Aku takkan berdusta. Ini
sumpah raja!”
Dengan lembut dan
penuh kasih sayang, Datu
Mabrur mengangkat raja
ikan Todak itu dan
mengembalikannya ke
laut.
“ Sa-ijaan!” seru raja ikan.
“Sa-ijaan!” sahut Datu
Mabrur.
Sebelum tengah malam,
sebelum batas waktu
pertapaannya berakhir,
Datu Mabrur dikejutkan
oleh suara gemuruh yang
datang dari dasar laut. Di
bawah permukaan air,
ternyata jutaan ikan dari
berbagai jenis mendorong
dan memunculkan
daratan baru itu dari dasar
laut. Sambil mendorong,
mereka serempak
berteriak, “Sa-ijaan! “Sa-
ijaan! “Sa-ijaan..!”
Datu Mabrur tercengang
di karang pertapaannya.
Raja ikan Todak telah
memenuhi sumpahnya.
Datu Mabrur senang dan
gembira. Dengan
memanjatkan puji dan
syukur kepada Sang
Pencipta, ia
menamakannya Pulau
Halimun.
Alkisah, Pulau Halimun
kemudian disebut Pulau
Laut. Sebab, ia timbul dari
dasar laut dan dikelilingi
laut. Sebagai hikmahnya,
kata sa-ijaan dan ikan
todak dijadikan slogan dan
lambang Pemerintah
Kabupaten Kotabaru,
Kalimatantan Selatan.
Kisah ini diambil dari buku
yang baru Hikayat Sa-
Ijaan dan Ikan Todak
(cerita Rakyat dari
Kabupaten Kotabaru
Kalimantan Selatan).

aulia meranti

sayang. . .terimakasih sudah sayang ama ulun. . .ulun sayang banar ama pyn

special to AULIA MIRANTI

terimakasih sayang
. . krn pyn udh mau terima dan sayang ma lun dg tulus

Jumat, 03 Desember 2010

BISAKAH DENGAN BERDOA MERUBAH TAKDIR

Pertanyaan:
Assalamu’alaikum. Afwan, mau tanya. Apakah takdir bisa
berubah dengan banyak berdoa?
Jawaban:
Pertanyaan semisal pernah diajukan kepada Syaikh
Muhammad bin Shalih al-Utsaimin dengan redaksi, “Apakah
doa memiliki pengaruh mengubah apa yang ditetapkan Allah
kepada manusia sebelum terjadi ?”
Maka beliau menjawab, “Tidak diragukan lagi, bahwa doa
memiliki pengaruh untuk mengubah apa yang telah
ditetapkan Allah. Akan tetapi, perubahan karena sebab doa
itu pun sebenarnya telah ditetapkan Allah sebelumnya.
Janganlah engkau mengira bahwa apabila engkau telah
berdoa, berarti engkau meminta sesuatu yang belum
ditetapkan. Akan tetapi, doa yang engkau panjatkan itu
hakikatnya telah ditetapkan dan apa yang terjadi karena doa
tersebut juga telah ditetapkan.
Oleh sebab itu, terkadang kita menjumpai seseorang yang
mendoakan kesembuhan untuk orang sakit, kemudian
sembuh. Dan juga kisah sekelompok sahabat yang diutus
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam singgah bertamu di
suatu kaum, tetapi kaum tersebut tidak mau menjamu
mereka. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta ’ala menakdirkan
seekor ular menyengat pemimpin mereka. Lalu mereka
mencari orang yang bisa membaca doa kepadanya agar
sembuh. Kemudian para sahabat mengajukan persyaratan
upah tertentu untuk membacakan doa kesembuhan
kepadanya. Kemudian mereka (kaum) memberikan
sepotong kambing, maka berangkatlah salah seorang dari
sahabat untuk membacakan al-Fatihah untuknya. Maka,
hilanglah racun tersebut seperti unta terlepas dari ikatannya.
Maka, bacaan doa tersebut berpengaruh menyembuhkan
orang yang sakit.
Dengan demikian, doa memiliki pengaruh, namun tidak
mengubah ketetapan Allah. Akan tetapi kesembuhan
tersebut telah tertulis dengan lantaran doa yang juga telah
tertulis. Segala sesuatu terjadi karena ketentuan Allah, begitu
juga segala sebab memiliki pengaruh terhadap musabbab
(akibat)-nya dengan kehendak Allah. Semua sebab telah
tertulis dan semua hal yang terjadi karena sebab itu juga
telah tertulis. ” (Lihat Majmu Fatawa wa Rasa’il Ibnu Utsaimin,
2/71).
Sumber: Majalah Al Mawaddah, Vol. 34/Ramadhan-Syawwal
1431 H
Dipublikasikan oleh www.KonsultasiSyariah.com

Kamis, 02 Desember 2010

Kku sambut pagi dgn senyuman ^_^ Oleh Niken-Paradise LopheLophe Penyayank'Kucink

D.kabut* iank masih
m.nyelimuti d.antara
dedaunan iank msh
basah,embun* iank
m.nyejukkan tubuh ...
Kku bangun dgn
meraih sebuah
harapan,kku sambut
pagi dgn senyum and
fuji syukur kpd.a ..
D.antara sayu mata
iank
tr.bangun,sinar.mu
m.buat akk mampu?
Mampu tk melihat
dunia..
Mampu tk br.tahan dr
k.dinginan..
D.pagi iank cerah,kkau
slalu br.sinar
menerangi dunia,kkau
hangat.kn s.isi
alam,,kkau bangun.kn
mereka iank tr.tidur
lelap ..
Matahari.......
Tetap.lh br.sinar
menerangi dunia and
terangi hatti kku .. ^_^

CERITA RAKYAT KALIMANTAN SELATAN(asal mula kota banjarmasin)

Pada zaman
dahulu berdirilah sebuah
kerajaan bernama Nagara
Daha. Kerajaan itu
didirikan Putri Kalungsu
bersama putranya, Raden
Sari Kaburangan alias
Sekar Sungsang yang
bergelar Panji Agung
Maharaja Sari
Kaburangan. Konon,
Sekar Sungsang seorang
penganut Syiwa. la
mendirikan candi dan
lingga terbesar di
Kalimantan Selatan. Candi
yang didirikan itu
bernama Candi Laras.
Pengganti Sekar
Sungsang adalah
Maharaja Sukarama. Pada
masa pemerintahannya,
pergolakan berlangsung
terus-menerus. Walaupun
Maharaja Sukarama
mengamanatkan agar
cucunya, Pangeran
Samudera, kelak
menggantikan tahta,
Pangeran Mangkubumi-
lah yang naik takhta.
Kerajaan tidak hentinya
mengalami kekacauan
karena perebutan
kekuasaan. Konon, siapa
pun menduduki takhta
akan merasa tidak aman
dari rongrongan.
Pangeran Mangkubumi
akhirnya terbunuh dalam
suatu usaha perebutan
kekuasaan. Sejak itu,
Pangeran Tumenggung
menjadi penguasa
kerajaan.
Pewaris kerajaan yang
sah, Pangeran Samudera,
pasti tidak aman jika tetap
tinggal dalam Lingkungan
kerajaan. Atas bantuan
patih Kerajaan Nagara
Daha, Pangeran
Samudera melarikan diri.
Ia menyamar dan hidup
di daerah sepi di sekitar
muara Sungai Barito. Dari
Muara Bahan, bandar
utama Nagara Daha,
mengikuti aliran sungai
hingga ke muara Sungai
Barito, terdapat kampung-
kampung yang berbanjar-
banjar atau berderet-deret
melintasi tepi-tepi sungai.
Kampung-kampung itu
adalah Balandean, Sarapat,
Muhur, Tamban, Kuin,
Balitung, dan Banjar.
Di antara kampung-
kampung itu, Banjar-lah
yang paling bagus
letaknya. Kampung Banjar
dibentuk oleh lima aliran
sungai yang muaranya
bertemu di Sungai Kuin.
Karena letaknya yang
bagus, kampung Banjar
kemudian berkembang
menjadi bandar, kota
perdagangan yang ramai
dikunjungi kapal-kapal
dagang dari berbagai
negeri. Bandar itu di
bawah kekuasaan seorang
patih yang biasa disebut
Patih Masih. Bandar itu
juga dikenal dengan nama
Bandar Masih.
Patih Masih mengetahui
bahwa Pangeran
Samudera, pemegang hak
atas Nagara Daha yang
sah, ada di wilayahnya.
Kemudian, ia mengajak
Patih Balit, Patih Muhur,
Patih Balitung, dan Patih
Kuin untuk berunding.
Mereka bersepakat
mencari Pangeran
Samudera di tempat
persembunyiannya untuk
dinobatkan menjadi raja,
memenuhi wasiat
Maharaja Sukarama.
Dengan diangkatnya
Pangeran Samudera
menjadi raja dan Bandar
Masih sebagai pusat
kerajaan sekaligus bandar
perdagangan, semakin
terdesaklah kedudukan
Pangeran Tumenggung.
Apalagi para patih tidak
mengakuinya lagi sebagai
raja yang sah. Mereka pun
tidak rela menyerahkan
upeti kepada Pangeran
Tumenggung di Nagara
Daha.
Pangeran Tumenggung
tidak tinggal diam
menghadapi keadaan itu.
Tentara dan armada
diturunkannya ke Sungai
Barito sehingga terjadilah
pertempuran besar-
besaran. Peperangan
berlanjut terus, belum ada
kepastian pihak mana
yang menang. Patih
menyarankan kepada
Pangeran Samudera agar
minta bantuan ke Demak.
Konon menurut Patih
Masih, saat itu Demak
menjadi penakluk
kerajaan-kerajaan yang
ada di Jawa dan menjadi
kerajaan terkuat setelah
Majapahit.
Pangeran
Samudera
pun
mengirim
Patih
Balit
ke
Demak.
Demak
setuju
nnemberikan
bantuan,
asalkan
Pangeran
Samudera
setuju
dengan
syarat yang mereka
ajukan, yaitu mau
memeluk agama Islam.
Pangeran Samudera
bersedia menerima syarat
itu. Kemudian, sebuah
armada besar pun pergi
menyerang pusat
Kerajaan Nagara Daha.
Armada besar itu terdiri
atas tentara Demak dan
sekutunya dari seluruh
Kalimantan, yang
membantu Pangeran
Samudera dan para patih
pendukungnya. Kontak
senjata pertama terjadi di
Sangiang Gantung.
Pangeran Tumenggung
berhasil dipukul mundur
dan bertahan di muara
Sungai Amandit dan Alai.
Korban berjatuhan di
kedua belah pihak. Panji-
panji Pangeran Samudera,
Tatunggul Wulung
Wanara Putih, semakin
banyak berkibar di
tempat-tempat
taklukannya.
Hati Arya Terenggana,
Patih Nagara Dipa, sedih
melihat demikian banyak
korban rakyat jelata dari
kedua belah pihak. Ia
mengusulkan kepada
Pangeran Tumenggung
suatu cara untuk
mempercepat selesainya
peperangan, yakni melalui
perang tanding atau duel
antara kedua raja yang
bertikai. Cara itu diusulkan
untuk menghindari
semakin banyaknya
korban di kedua belah
pihak. Pihak yang kalah
harus mengakui
kedaulatan pihak yang
menang. Usul Arya
Terenggana ini diterima
kedua belah pihak.
Pangeran Tumenggung
dan Pangeran Samudera
naik sebuah perahu yang
disebut talangkasan.
Perahu-perahu itu
dikemudikan oleh
panglima kedua, belah
pihak. Kedua pangeran itu
memakai pakaian perang
serta membawa parang,
sumpitan, keris, dan
perisai atau telabang.
Pangeran Samudera Asal
Mula Nama Kota
BanjarmasinMereka saling
berhadapan di Sungai
Parit Basar. Pangeran
Tumenggung dengan
nafsu angkaranya ingin
membunuh Pangeran
Samudera. Sebaliknya,
Pangeran Samudera tidak
tega berkelahi melawan
pamannya. Pangeran
Samudera mempersilakan
pamannya untuk
membunuhnya. Ia rela
mati di tangan orang tua
yang pada dasarnya tetap
diakui sebagai pamannya.
Akhirnya, luluh juga hati
Pangeran Tumenggung.
Kesadarannya muncul. la
mampu menatap
Pangeran Samudera
bukan sebagai musuh,
tetapi sebagai
keponakannya yang di
dalam tubuhnya mengalir
darahnya sendiri.
Pangeran Tumenggung
melemparkan senjatanya.
Kemudian, Pangeran
Samudera dipeluk. Mereka
bertangis-tangisan.
Dengan hati tulus,
Pangeran Tumenggung
menyerahkan kekuasaan
kepada Pangeran
Samudera. Artinya,
Nagara Daha ada di
tangan Pangeran
Samudera. Akan tetapi,
Pangeran Samudera
bertekad menjadikan
Bandar Masih atau Banjar
Masih sebagai pusat
pemerintahan sebab
bandar itu lebih dekat
dengan muara Sungai
Barito yang telah
berkembang menjadi kota
perdagangan. Tidak hanya
itu, rakyat Nagara Daha
pun dibawa ke Bandar
Masih atau Banjar Masih.
Pangeran Tumenggung
diberi daerah kekuasaan di
Batang Alai dengan seribu
orang penduduk sebagai
rakyatnya. Nagara Daha
pun menjadi daerah
kosong.
Sebagai seorang raja yang
beragama Islam,
Pangeran Samudera
mengubah namanya
menjadi Sultan
Suriansyah. Hari
kemenangan Pangeran
Samudera atau Sultan
Suriansyah, 24 September
1526, dijadikan hari jadi
kota Banjar Masih atau
Bandar Masih.
Karena setiap kemarau
landang (panjang) air
menjadi masin (asin),
lama-kelamaan nama
Bandar Masih atau Banjar
Masih menjadi
Banjarmasin.
Akhirnya, Sultan
Suriansyah pun
meninggal. Makamnya
sampai sekarang
terpelihara dengan baik
dan ramai dikunjungi
orang. Letaknya di Kuin
Utara, di pinggir Sungai
Kuin, Kecamatan Banjar
Utara, Kota Madya Daerah
Tingkat II Banjarmasin.
Setiap tanggal 24
September Wali Kota
Madya Banjarmasin dan
para pejabat berziarah ke
makam itu untuk
memperingati
kemenangan Sultan
Suriansyah atas Pangeran
Tumenggung. Sultan
Suriansyah adalah sultan
atau raja Banjar pertama
yang beragama Islam.
Sumber:
http://dongeng.org/cerita-
rakyat/nusantara/asal-
usul-kota-
banjarmasin.html